PEMILIHAN PEMIMPIN DALAM ISLAM DAN KONSEP POLITIK PROFETIK
DOI:
https://doi.org/10.59259/am.v2i2.15Keywords:
Pemilihan, Pemimpin dan Politik ProfetikAbstract
Persoalan pemimpin dalam kehidupan bermasyarakat merupakan hal 
yang sangat penting dan mendasar dalam kehidupan sosial masyarakat. 
Kepimpinan berkaitan dengan hubungan manusiawi (hablum minannas). 
Kepemimpinan merupakan gejala sosial, yang berlangsung sebagai interaksi 
antarmanusia di dalam kelompoknya, baik kelompok besar atau kelompok kecil. 
Pergolakan politik Islam dalam hal menentukan pemimpin terjadi ketika 
Rasulullah meninggal dunia pada tahun 632 M. Umat Islam dihadapkan pada 
kenyataan untuk menetukan pengganti Rasulullah sebagai pemimpin umat Islam. 
Dalam situasi seperti ini maka dipandang sangat perlu diselenggarakannya 
musyawarah untuk menentukan pemimpin umat. Kepemimpinan profetik 
merupakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain dalam 
mencapai tujuan, dengan pola yang dilaksanakan nabi (prophet). Kekuatan 
kepemimpinan profetik terletak pada kondisi spiritualitas pemimpin. Artinya, 
seorang pemimpin profetik adalah seorang yang telah selesai memimpin dirinya. 
Sehingga, upaya mempengaruhi orang lain, merupakan proses leading by example 
atau memimpin dengan keteladanan. 
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka yang bersifat deskriptif 
analitis dengan pendekatan normative. Dalam penelitian ini disebutkan bahwa 
Dalam ajaran Islam, istilah kepemimpinan dikenal dengan kata imamah, 
sedangkan kata yang terkait dengan kepemimpinan dan berkonotasi pemimpin 
dalam Islam ada 7 (tujuh) macam, yaitu: khalifah, malik, wali, ‘amir, ra’in, sultan, 
rais, serta ulil ‘amri. Politik Propetik terdapat tiga nilai penting yang dijadikan 
sebagai pijakan atau pijakan yang sekaligus menjadi unsur-unsur yang akan 
membentuk karakter paradigmatiknya, yaitu; humanisasi, liberasi dan 
transendensi.
											








